Kata kunci: Pendidikan, Investasi Fisik, Pertumbuhan Ekonomi
Pendahuluan
Pendidikan
memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk
setiap manusia sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui
pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan
mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (daerah). Hal ini
bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi
juga akan berpengaruh fertilitas masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan sumber
daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan
pembangunan suatu Negara.
Hampir semua negara berkembang menghadapi
masalah kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang diakibatkan oleh
rendahnya mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf
yang rendah, pemerataan pendidikan yang rendah, serta standar proses pendidikan
yang relatif kurang memenuhi syarat.
Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan
suatu pintu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu
peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak harus dilakukan. Karena dengan
kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dapat memberikan multiplier efect terhadap pembangunan
suatu negara, khsususnya pembangunan bidang ekonomi.
Pendidikan merupakan bentuk investasi sumber
daya manusia yang harus lebih diprioritaskan sejajar dengan investasi modal
fisik karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Di mana nilai balik
dari investasi pendidikan (return on
investment = ROI) tidak dapat langsung dinikmati oleh investor saat ini, melainkan
akan dinikmati di masa yang akan datang.
Mengingat modal fisik, tenaga kerja (SDM),
dan kemajuan teknologi adalah tiga faktor pokok masukan (input) dalam produksi
pendapatan nasional. Maka semakin besar jumlah tenaga kerja (yang berarti laju
pertumbuhan penduduk tinggi) semakin besar pendapatan nasional dan semakin
tinggi pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya,
apakah ada pengaruh pendidikan terhadap petumbuhan ekonomi? Bagaimana cara pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,
dan bagaimana kondisi atau realitas di Indonesia?
Pengaruh
Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Isu mengenai sumber daya manusia (human capital) sebagai input pembangunan
ekonomi sebenarnya telah dimunculkan oleh Adam Smith pada tahun 1776, yang
mencoba menjelaskan penyebab kesejahteraan suatu negara, dengan mengisolasi dua
faktor, yaitu; 1) pentingnya skala ekonomi; dan 2) pembentukan keahlian dan
kualitas manusia. Faktor yang kedua inilah yang sampai saat ini telah menjadi
isu utama tentang pentingnya pendidikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut Solow (1958) juga telah
melakukan analisa dari temuannya tentang residual dalam penjelasan mengenai pertumbuhan
ekonomi. Kemudian Romer (1986), Krugman (1987), dan Gupta (1999) juga
menjelaskan bahwa residual itu menujukkan tingkat pendidikan (educational rate) dan sumber daya
mansusia. Hubungan sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukkan
suatu keharusan bahwa kebijakan publik memperhatikan pengembangan pendidikan,
promosi keahlian, dan pelayanan kesehatan.
Hal ini dikatakan juga oleh Lim (1996) bahwa
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Jepang dan Korea Selatan besar kemungkinan
disebabkan oleh sumber daya manusia yang berkualitas, hal ini terlihat dari
tingkat melek huruf (literacy rate)
yang tinggi, sehingga tenaga kerja mudah menyerap dan beradaptasi dengan
perubahan teknologi dan ekonomi yang terjadi.
Kasus lain seperti yang dikemukkan oleh
Al-Samarai dan Zaman (2002) di Malawi, dalam rangka peningkatan sumber daya
manusia, pemerintah telah melakukan beberapa program antara lain dengan
menghapuskan biaya untuk Sekolah Dasar dan memperbesar pengeluaran pemerintah
di bidang pendidikan. Dampak dari program ini adalah meningkatnya tingkat enrollment rate ratio pendidikan dasar. Namun
demikian masalah yang harus diperhatikan lebih lanjut oleh pemerintah adalah
distribusi pendidikan yang tidak merata.
Hubungan investasi sumber daya manusia
(pendidikan) dengan pertumbuhan ekonomi merupakan dua mata rantai. Namun
demikian, pertumbuhan tidak akan bisa tumbuh dengan baik walaupun peningkatan mutu
pendidikan atau mutu sumber daya manusia dilakukan, jika tidak ada program yang
jelas tentang peningkatan mutu pendidikan dan program ekonomi yang jelas.
Studi yang dilakukan Prof ekonomi dari
Harvard Dale Jorgenson et al. (1987) pada ekonomi Amerika Serikat dengan
rentang waktu 1948-79 misalnya menunjukkan bahwa 46 persen pertumbuhan ekonomi
adalah disebabkan pembentukan modal (capital
formation), 31 persen disebabkan pertumbuhan tenaga kerja dan modal manusia
serta 24 persen disebabkan kemajuan teknologi.Selanjutnya, Suryadi (2001) menegaskan
dari hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa pendidikan dapat berfungsi
sebagai kesadaran sosial politik dan budaya, serta memacu penguasaan dan
pendayagunaan teknologi untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan sosial.
Meski modal manusia memegang peranan penting
dalam pertumbuhan penduduk, para ahli mulai dari ekonomi, politik, sosiologi
bahkan engineering lebih menaruh
prioritas pada faktor modal fisik dan kemajuan teknologi. Ini beralasan karena melihat data AS
misalnya, total kombinasi kedua faktor ini menyumbang sekitar 65 persen
pertumbuhan ekonomi AS pada periode
1948-79.
Namun, sesungguhnya faktor teknologi dan
modal fisik tidak independen dari faktor manusia. Suatu bangsa dapat mewujudkan
kemajuan teknologi, termasuk ilmu pengetahuan dan manajemen, serta modal fisik
seperti bangunan dan peralatan mesin-mesin hanya jika negara tersebut memiliki
modal manusia yang kuat dan berkualitas.
Apabila demikian, secara tidak langsung kontribusi faktor modal
manusia dalam pertumbuhan penduduk
seharusnya lebih tinggi dari angka 31 persen.
Perhatian terhadap faktor manusia menjadi
sentral akhir-akhir ini berkaitan dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi
pembangunan dan sosiologi. Para ahli di
kedua bidang tersebut umumnya sepakat pada satu hal yakni modal manusia
berperan secara signifikan, bahkan lebih penting daripada faktor
teknologi, dalam memacu pertumbuhan
ekonomi. Modal manusia tersebut tidak
hanya menyangkut kuantitas, tetapi yang jauh lebih penting adalah dari segi
kualitas.
Buku terakhir William Schweke,
Smart Money: Education and Economic Development (2004), sekali lagi memberi
afirmasi atas tesis ilmiah para scholars
terdahulu, bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia
(SDM) berkualitas, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai
teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif
bagi pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, investasi di
bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi perorangan, tetapi juga bagi
komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada semua level
niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan
menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan
kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial:
pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi
pemerintah.
Lalu pertanyaannya, apakah ukuran yang dapat menentukan
kualitas manusia? Ada berbagai aspek yang dapat menjelaskan hal ini seperti
aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan lain sebagainya. Di antara berbagai aspek ini, pendidikan
dianggap memiliki peranan paling penting dalam menentukan kualitas
manusia. Lewat pendidikan, manusia
dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan
dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik.
Dari berbagai studi tersebut sangat jelas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
melalui berkembangnya kesempatan untuk meningkatkan kesehatan, pengetahuan, dan
ketarmpilan, keahlian, serta wawasan mereka agar mampu lebih bekerja secara
produktif, baik secara perorangan maupun kelompok. Implikasinya,
semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara
umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi
tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut.
Bagaimana
Kondisi di Indonesia?
Di Indonesia, pendidikan masih belum mendapatkan
tempat yang utama sebagai prioritas program pembangunan nasional. Hal ini
ditunjukkan dengan jumlah anggaran pendidikan yang masih jauh dari amanat
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Padahal
dalam UU tersebut, telah mengamanatkan tentang besarnya anggaran pendidikan di
berbagai level pemerintahan minimal 20%.
Anggaran pendidikan dari APBN 2006 saja baru
mencapai 9% atau Rp 36,7 triliun, sedangkan pada tahun 2007 diperkirakan jumlah
anggaran pendidikan baru berkisar 11%. Rendahnya pemenuhan anggaran pendidikan
dapat mengakibatkan mutu pendidikan dan perluasan akses pendidikan menjadi
terhambat. Akibatnya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan
teknologi juga terpasung.
Indikasi lain yang perlu menjadi perhatian
lebih untuk menjadikan pendidikan sebagai basis perubahan dalam meningkatkan
pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi adalah tingkat melek huruf dan angka
partisipasi pendidikan. Berdasarkan laporan dari Dirjen PLS tentang tingkat
pemberantasan buta aksara secara nasional di Indonesia telah mengalami
penurunan tahun 2006 hingga menjadi sekitar 13 juta orang yang masih buta huruf.
Jumlah tersebut masih lebih baik dibandingkan
dengan tahun 2004 yang berjumlah 15,4 juta orang, dan menurun menjadi 14,6 juta
orang pada tahun 2005. Jika dilihat persentase selama 2004 s/d 2006 telah
terjadi penurunan 16,15%. Bahkan menurut Ace Suryadi (2006) diharapkan pada
tahun 2015 pemberantasan buta aksara sudah bisa tuntas dengan asumsi
pengurangan setiap tahun 1,6 juta orang.
Sementara tingkat partisipasi pendidikan
menurut data Susenas 2004, APS penduduk usia 7 s/d 12 tahun meningkat dari
92,83% pada 1993 menjadi 96,775 pada 2004. Dalam rentang waktu yang sama APS
penduduk usia 13 – 15 tahun meningkat dari 68,74% menjadi 83,49%. Sedangkan APS
penduduk usia 16 – 18 tahun meningkat dari 40,23% menjadi 53,48%. Data tersebut
menunjukkan adanya masalah kesenjangan partisipasi pendidikan, sehingga
pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran pendidikan agar masyarakat lebih
banyak lagi yang mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan.
Yang jelas, kondisi di atas akan memunculkan
fenomena tersendiri bagi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia,
diantaranya kesenjangan pendapatan, ketertinggalan pendidikan, kemiskinan, dan
kemakmuran masyarakat. Sylwester (2002) telah merekomendasikan dari hasil
kajiannya yang menunjukkan bahwa negara yang mencurahkan banyak perhatian
terhadap public education (dilihat
dari persentase GNP terhadap pendidikan) mempunyai tingkat kesenjangan yang
rendah.
Akan tetapi, di Indonesia, investasi modal
fisik masih dianggap sebagai satu-satunya faktor utama dalam pengembangan dan
akselerasi usaha. Untuk memenuhi
kebutuhan modal manusianya, di Indonesia cenderung mendatangkan tenaga
kerja dari luar negeri. Dalam
jangka pendek cara ini mungkin ada benarnya, karena diharapkan dapat memberikan
efek multiplier terhadap tenaga kerja
di Indonesia. Namun, dalam jangka panjang tentu sangat tidak relevan, apalagi
untuk sebuah usaha berskala besar atau yang sudah konglomerasi, akibatnya
banyak tenaga kerja sendiri tersingkirkan.
Bila dilihat dari besarnya investasi di
bidang riset dan pengembangan, kondisi ini tidak lebih baik di banding China dan Singapura, Indonesia
jauh lebih kecil. Demikian juga
dari besarnya investasi pendidikan yang dilakukan di luar negeri. Singapura, yang berpenduduk tidak sampai
setengah penduduk Jakarta, mengirim mahasiswa ke AS hampir setengah jumlah
mahasiswa Indonesia di AS.
Sesuai dengan berbagai kesepakatan regional
dan internasional di bidang ekonomi, Indonesia dihadapkan dengan situasi
persaingan yang amat ketat. Dalam
situasi ini, daya saing kompetitif produk/komoditi tidak mungkin dikembangkan
jika tidak diimbangi daya saing kompetitif sumberdaya manusia. Dalam arti, mengandalkan keunggulan
komparatif sumber daya manusia yang melimpah dan murah sudah kurang relevan.
Dengan demikian, peningkatan investasi
di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan tidak bisa dihindarkan
lagi, baik oleh pemerintah maupun kalangan swasta. Sebenarnya, setiap tahun pemerintah telah
meningkatkan anggaran sektor pendidikan.
Masalahnya, angka dan peningkatan ini secara absolut relatif sangat
kecil, sehingga masih jauh bila dibanding negara-negara tetangga
yang sangat serius dalam pengembangan sumberdaya manusia. Persentase investasi pendidikan 20 persen
dari total anggaran pemerintah harus segera dipenuhi sesuai dengan amanat undang-undang.
Demikian juga sektor swasta, selama ini belum
ada aturan yang menggariskan berapa persen biaya pengembangan sumberdaya
manusia serta penelitian dan pengembangan dari struktur biaya perusahaan dalam
industri nasional. Di sektor perbankan
sempat ada ketentuan yang menetapkan biaya pengembangan sumberdaya
manusia 5 persen dari profit. Akan tetapi, angka ini relatif sangat kecil,
karena biaya pengembangan tersebut dibebankan pada profit, tidak sebagai beban input
(Tobing, 1994).
Penutup
Sebagai akhir dari tulisan
ini, penulis berharap pemerintah mampu membangun paradigma baru pembangunan terhadap
tiga hal yang merujuk knowledge-based economy tampak kian
dominan; yaitu pertama, kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis
dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga perlu dikembangkan kegiatan-kegiatan
penelitian dan pengembangan.
Kedua, hubungan kausalitas antara
pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kian kuat dan solid, dengan bukti-bukti
hasil kajian di berbagai negara. Ketiga, menjadikan pendidikan
menjadi penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi, yang mendorong proses
transformasi struktural berjangka panjang, karena pendidikan membuahkan high rate of return di masa yang akan
datang.
Sebagai ilustrasi, negara-negara
maju seperti Jepang yang merupakan negara Asia pertama yang menjadi pelopor
pembangunan perekonomian berbasis ilmu pengetahuan. Setelah Jepang, menyusul
negara-negara Asia Timur lain seperti Singapura, China, Taiwan, Hongkong, dan
Korea Selatan. Jadi jelas bahwa pertumbuhan mempunyai pengaruh yang tidak kecil
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Jadi meningkatnya pertumbuhan
ekonomi tentunya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,
menciptakan kesempatan kerja, serta mengurangi kemiskinan. Artinya pertumbuhan
ekonomi yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Wallohu a’lamu bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar